Iklan

UMP Cuma Naik 1,09%, Apa Dampaknya Terhadap Perekonomian?

Kamis, November 25, 2021 WIB Last Updated 2021-11-25T12:39:49Z
Advertisement
Ilustari UMP (ist)

Jakarta - Banyak kalangan menilai bahwa kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 senilai 1,09% tak akan berefek banyak pada kesejahteraan pekerja. Padahal, inflasi terus meningkat, begitupun dengan kebutuhan hidup masyarakat.


Besaran tersebut dinilai tak cukup untuk memenuhi kebutuhan pekerja atau buruh. Selain lebih rendah dari inflasi, besaran kenaikan upah minimum juga tidak mempertimbangkan indikator lain yang seharusnya turut diperhitungkan, di antaranya tingkat daya beli, penyerapan tenaga kerja, hingga median upah sesuai dengan yang dijanjikan pemerintah.


Lebih dari itu, terdapat sebanyak 4 daerah di Indonesia yang tak akan mengalami kenaikan UMP. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Indah Anggoro Putri, mengatakan, minimum di 4 provinsi tidak akan mengalami kenaikan pada tahun depan. 


Adapun, upah minimum yang tidak akan naik upah minimumnya adalah Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat. 


“Dari 34 provinsi, ada 4 provinsi yang nilai upah minimum 2021 ternyata lebih tinggi dari batas atas. Sehingga upah minimum 2022 ditetapkan sama dengan 2021,” kata Indah.


Jauh di bawah tuntutan


Besaran kenaikan UMP tersebut jauh di bawah perhitungan serikat para buruh. Sebelumnya, Konfederasi Serikat Perburuhan Indonesia (KSPI) meminta pemerintah menaikkan UMP 2022 di kisaran 7% hingga 8%, berdasarkan  survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang dilakukan oleh para buruh.


Maka tak salah ketika keputusan Upah Minimum Provinsi 2022 hanya naik 1,09%, serikat pekerja menolak keras. Perhitungan UMP 2022 pun ditolak mentah-mentah serikat pekerja. 


Para buruh menilai kenaikan upah yang hanya 1,09% tidak sesuai dengan harapan pekerja. Sebagai bentuk protes, 2 juta orang buruh dari ratusan ribu pabrik mengancam akan mogok kerja jika kenaikan UMP ditetapkan 1,09%.


“Buruh memutuskan, KSPI, Gekanas, KSPSI, 60 federasi tingkat nasional, memutuskan mogok nasional, setop produksi yang rencananya diikuti 2 juta buruh dari ratusan ribu pabrik, akan berhenti,” ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.


Batasi konsumsi masyarakat


Para ekonom menilai bahwa kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2022 senilai 1,09% akan berdampak terhadap tingkat konsumsi masyarakat secara terbatas. Jika konsumsi sebagai komponen utama tidak meningkat, pertumbuhan ekonomi dapat terhambat. 


Menurut Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, dibandingkan dengan tahun ini yang tidak ada kenaikan upah, maka kenaikan UMP pada tahun depan akan berpengaruh terhadap konsumsi masyarakat. Namun begitu, pengaruhnya ada di level yang terbatas.


Dia melihat, komponen konsumsi dalam kue ekonomi Indonesia merupakan yang terbesar, sehingga dinamika dalam konsumsi akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi pada tahun depan. Oleh karenanya, Yusuf berpendapat, pemerintah perlu memperhatikan dampak dari ketentuan upah tersebut dengan menyeimbangkannya dengan kebijakan lain.


"Dengan kenaikan yang marginal, pemerintah perlu memastikan bahwa inflasi di tahun depan berada dalam range yang ditargetkan pemerintah, karena inflasi jika bergerak terlalu tinggi akan menggerus daya beli masyarakat dan pada muaranya akan menekan konsumsi rumah tangga," ujar Yusuf.


Apalagi, lanjutnya, dengan kenaikan upah yang relatif kecil, pemerintah perlu menambah instrumen lain jika memang ingin mencapai target konsumsi rumah tangga pada tahun depan. 


Salah satu kebijakan yang dapat dipertimbangkan yaitu aktivasi kembali bantuan subsidi upah. "Setidaknya ada penambahan kompensasi bagi para pekerja untuk melakukan konsumsi pada tahun depan," kata Yusuf.


Core Indonesia menilai tepat atau tidaknya kebijakan kenaikan UMP 1,09% sebenarnya bergantung kepada indikator yang digunakan pemerintah. Sejauh ini, Core Indonesia belum menemukan dokumen yang menjelaskan perhitungan yang kemudian memunculkan angka 1,09%. 


Yusuf sendiri mengira dalam indikator baru penentuan UMP, terdapat indikator rata-rata konsumsi per kapita. Namun, menurutnya terdapat potensi kesalahpahaman dalam penentuan UMP melalui indikator konsumsi per kapita. 


"Meskipun benar bahwa indikator ini benar menjelaskan kondisi perekonomian suatu provinsi, tetapi berpotensi misleading, misalnya pada tahun ini, dengan adanya Covid-19 dan efek yang diberikan oleh peraturan ini maka konsumsi per kapita diperkirakan akan turun, sehingga jika dimasukan dalam penghitungan penghitungan UMP, maka keluaran akan lebih kecil," paparnya. (PIS)

Advertisement

  • UMP Cuma Naik 1,09%, Apa Dampaknya Terhadap Perekonomian?

Berita Lainnya

- Advertisement -

Ads x